MERAK | Mitra Banten News – Togar Napitupulu yang akrab disapa Bang Togar atau Opung Togar angkat bicara terkait soal kisruh pelayanan di pelabuhan Merak. “Pelayanan angkutan penyeberangan Merak – Bakau itu satu kesatuan atau sistem, jadi keberhasilan atau kegagalan Merak atau sebaliknya Bakau adalah supporting dari pengelolaan dua pelabuhan ini”, ujar Togar yang sudah kurang lebih 40 tahun berkecimpung di Merak, “Saya tahu persis pola pergerakan arus mudik dan arus balik”, Kamis (18/04/2024).
Lanjut Togar memang sulit kalau mau membandingkan layanan angleb Merak dan Bakau, pertama pergerakan arus mudik itu semua orang pingin tiba cepat dan bisa lebaran di rumah
“Karena lebaran tidak bisa ditunda bos, haha dengan gaya bataknya”, bayangi aja kalau semua berdatangan secara bersamaan dalam jumlah besar kan repot namun puji Tuhan nyatanya tidak ada satupun pemudik yg lebaran di jalan tuh? Beda dengan arus balik, secara phsycology orang lebih santai kecuali ASN/pegawai swasta, apalagi pemerintah udah ngumumin ada WFH makin landai tuh pergerakan di Bakau”.
Secara teknis operasional, memang Bakau lebih siap. Kenapa ? Coba lihat ketersedian bufferzone dan rest area yg bisa dijadikan delaying system serta areal parkir kendaraan di dalam pelabuhan yang sangat luas. Belum lagi pada saat arus balik, kapal yang berangkat dari pelabuhan Panjang bongkaran dilakukan di pelabuhan terpisah dari Merak yaitu di Ciwandan.
Bakau juga lebih siap karena akses exit jalan toll Bakau tidak ada hambatan langsung ke pelabuhan. Bandingkan dengan Pelabuhan penyeberangan Merak, exit Tollnya tidak sampai di pelabuhan dan masih ada jalan arteri kurang lebih 4 km, sisi kiri kanan jalan tersebut ada parkir truck, rumah makan, bengkel, penjual oleh oleh, pom bensin dan sebagainya yang bisa menjadi penghambat pergerakan arus.
Jika kita evaluasi angkutan lebaran tahun 2024 dibanding 2023 secara umum hampir sama, namun tahun 2024 ini karena pergerakan yg cukup tinggi dan terbesar dalam sejarah selama masa Angleb. Data menunjukkan pada H-3 jika dibandingkan tahun 2023 ada sekitar 42 ribu pergerakan dalam satu siklus 24 jam sementara tahun 2023 hanya 30 ribuan. Tentu ini menjadi pertimbangan obyektif “Ojo dibandingke” not apple to apple.
Memang pembenahan harus terus dilakukan baik oleh pemerintah selaku regulator maupun operator pelabuhan PT. ASDP dan Gapasdap yang bergerak di Industri penyeberangan. Misalnya perlu dibangunnya dermaga-dermaga baru sehingga pada saat momen Angleb seperti ini, semua kapal bisa dioperasikan. Dimana saat Angleb tahun ini masih terdapat 20an kapal yang tidak bisa beroperasi karena tidak ada dermaga untuk sandar kapal.
Kata orang bijak jauh lebih baik jika kegagalan dijadikan pengalaman berharga untuk perbaikan ketimbang mencari penyebab yang sebenarnya sudah diketahui tapi kita tidak mau merubahnya. Permasalahan angleb menurut Togar dari dulu sama sampai tahun ini. “Over kapasitas, pembagian muatan yang tidak merata, sistem tiketing, kurangnya buffer zone, adanya calo tiket dan lain-lain”.
Satu hal lagi, setiap rapat pra angleb selalu dikatakan bahwa Angleb ini adalah operasi kemanusian yang tidak mengedepankan keuntungan, tapi mengapa hanya kapal kami yang swasta yang diberlakukan pola TBB (Tidak muat di pelabuhan seberang), tetapi kapal-kapal eksekutif tidak.
Hal yang sama juga terjadi di Bakau.
“Pertanyaannya kenapa kapal-kapal reguler diperlakukan berbeda dengan kapal eksekutif. Harusnya justru kapal-kapal di eksekutif yang diberlakukan pola TBB, karena kapal-kapal tersebut milik perusahaan plat merah yang harus lebih mengutamakan kemanusiaan ketimbang keuntungan. Dan untuk tarifnya juga seharusnya saat Angleb ini disamakan saja antara kapal reguler dan kapal eksekutif sehingga muatan bisa terbagi merata ke setiap dermaga, tidak menumpuk di salah satu dermaga saja”, ujar Togar.
Saya berterima kasih pada pemerintah yang telah mendorong diadakannya Dermaga Eksekutif 2 (Dermaga 1) yg sudah digunakan pada Nataru tahun 2023/2024, dan masyarakat sudah senang dengan adanya pilihan layanan di dermaga tersebut. Namun mengingat bahwa angleb ini adalah angkutan kemanusiaan, kita rela di dermaga ini ditambahkan lagi 1 unit kapal agar dapat cepat mengurai antrian.
Pada kesempatan terpisah yg dikutip dalam wawancara dengan Liputan6, Agus Pambagyo sebagai Pengamat Kebijakan Publik juga menyampaikan hal senada dengan penyampaian Ketua DPC Gapasdap Merak, yaitu penyebab kemacetan tersebut adalah akibat dari kurangnya dermaga dan sistem penjualan tiket ferizy masih belum sempurna.