
PANDEGLANG, (MBN)– Enam Pemerintahan desa (Pemdes) di Kecamatan Cikeusik, yakni Desa Nanggala, Sukamulya, Umbulan, Curugciung, Cikadongdong, dan Desa Sumurbatu dalam pengelolaan keuangan yang dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) selain merugi, adanya dugaan tindak pidana korupsi didalamnya.
Hal itu diungkapkan Nurjaya Ibo Koordinator Utama Eksponen Pemuda Cikeusik kepada awak media Sabtu kemarin (27/11/21) pasca tim Eksponen Pemuda Cikeusik turun langsung menindaklanjuti informasi yang disampaikan masyarakat.
“Contohnya adanya Bumdes yang tidak memiliki rekening perusahaan, Bumdes yang tidak memiliki bukti kepemilikan aset, Bumdes yang keuangan dikelola langsung kepala desa dan modal Bumdes yang tinggi tapi untuk unit usaha yang bermodal kecil,” ungkapnya
Nurjaya berkeinginan, dengan adanya berbagai temuan di Kecamatan Cikeusik, dia meminta kepada aparat penegak hukum yakni Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polres Pandeglang untuk segera turun kelapangan atau ke Pemdes yang dia sebutkan.
“Semoga dengan informasi penyampaian lewat media, APH langsung turun tidak nunggu laporan tertulis dulu untuk menindaklanjuti temuan ini, karena praktik korupsi di tingkat desa sudah sangat gawat. Tapi kalo mereka (APH*red) minta kita buat laporan, kita siap” tegasnya.
Ibo menegaskan carut marutnya pengelolaan di Enam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kecamatan Cikeusik, salah satunya, BUMDes Cikadongdong, dia meyakini bahwa pengelolaan BUMDes Cikadongdong sangat tidak sesuai dengan rencana awal dalam proses pengelolaan, sebab untuk mengembangkan BUMDes agar dapat pendapatan dari penyertaan modal tidak untuk pembelian lahan tanah.
” Heran banget, saya yakin bahwa untuk mendapatkan pendapatan di BUMDes tidak untuk dibelikan lahan, apalagi lahan yang telah dibeli sampai saat ini tidak jelas kepemilikannya, padahal sudah cukup lama,” tegas Nurjaya Ibo.
Tak hanya itu, lahan yang dibeli merupakan lahan milik mertua Kepala desa (Kades) Cikadongdong, “ini sangat jelas pengelolaan uang di desa seperti uang pribadi bukan uang pemerintah,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala desa (Kades) Cikadongdong, Teti saat dimintai keterangan bahwa pihaknya membenarkan bahwa lahan yang dibeli oleh dana BUMDes saat ini belum ada akta bukti kepemilikan, atau AJB karena kata dia, lahan tersebut tidak bisa dibuat AJB atau sertifikat karena dari salah satu ahli warisnya yang tidak setuju.
“Yah belum bikin AJB karna salah satu keluargaya ga mau tanda tangan kemungkinan ingin kembali uang, orang yang menjualya udah meninggal,” aku Teti Kepala desa Cikadongdong saat memberi keterangan melalui pesan What’s App. Minggu (28/11/21).
Selanjutnya, lanjut Kades Cikadongdong, lahan milik mertuanya itu dibeli pada tahun 2019, pasca itu lima bulan sudah menjual orangnya meninggal dunia. Akibatnya, kata dia tidak bisa dibuat AJB karena salah satu anaknya tidak mau tandatangan, katanya, sambung Teti kemungkinan penjualan tanah mau dikembalikan sesuai nominal penjualannya sebesar Rp. 60 juta.
“Kemungkinan begitu uang yang 60 juta itu akan dikembalikan ke Rekening BUMDes,” cetus Teti
Teti berasalan, uang tersebut dibelikan kepada lahan mertuanya karena pada saat dikelola oleh BUMDes untuk modal pengadaan Pupuk bersubsidi terdapat permasalahan karena tidak memiliki SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan).
“uang itu penyertaan modal ke pupuk, satu kali pembelian kemudian di permasalahkan karena ga punya SIUP, supaya modal berjalan di beliin kebun sawit,” dalihnya.
Tati pun berkilah penyertaan modal yang dikelola oleh BUMDes Cikadongdong Berkah itu, untuk pengadaan Pupuk Bersubsidi merupakan permintaan masyarakat. Bahkan kata masarakat sangat membantu kesulitan mencari pupuk karna lebih murah dari pada warung.
Saat ditanya lebih jauh soal dari mana Pupuk subsidi tersebut BUMDes Cikadongdong Berkah dapatkan, Teti menjawab sudah tercatat dilaporan Ketua BUMDes Cikadongdong. “Langsung tanya ketua bumdes z lebih detail,” tutupnya.
Sementara itu, Direktur BUMDes Cikadongdong Berkah Junianto mengamini bahwa pengelolaan keuangan BUMDes tidak berjalan mulus seperti apa yang dia harapkan, Penyebabnya dia mengaku atas ketidaktahuan dirinya, pada tahun 2019 lalu, kata Junianto ketika BUMDes menerima penyertaan modal sebesar Rp 69 juta dicoba dikelola dalam pengelolaan Pupuk Bersubsidi, namun ternyata diperjalanan banyak yang mempermasalahkan.
” Saya salah pak, saya ketakutan dan akhirnya saya kumpulkan lagi uang itu, karena mendapatkan pupuk bukan langsung dari Distributor, agar uang itu tidak berantakan akhirnya kita belikan lahan kebun sawit, dan Alhamdulillah ada aja pemasukan setiap bulannya, meski sampai saat ini lahan tersebut belum dimiliki oleh BUMDes karena dari salah satu keluarganya yang gak mau tandatangan,” imbuhnya.
Dia menceritakan BUMDes Cikadongdong telah menerima penyertaan modal dari Pemerintahan desa (Pemdes) senilai Rp 47 juta pada tahun 2017 untuk pembelian Awning. Namun tidak ada yang dihasilkan atau pemasukan ke BUMDes dari peralatan itu, Junianto beralasan karena masyarakatnya yang beranggapan bahwa peralatan itu merupakan pinjaman gratis dari Pemerintahan desa Cikadongdong.
” Penyetaraan modal untuk pembelian alat Awning tidak mendapatkan pemasukan sama sekali, karena masyarakatnya begitu, alatnya masih ada sampai sekarang,” kilah dia lagi.
Discussion about this post